Five Minutes Equals Forever!!
Salam kenal, nama ku Hermione Ginny Ustkowitz. Panggil aja aku Ginny. Aku baru saja datang dari daerah Angola ke Swedia. Orang tuaku ingin mengubah ekonomi keluarga dengan berimigrasi ke Swedia.
Rencana nya aku akan sekolah di McKinley Garden Internasional School, atau disingkat menjadi Mi-Ail, begitu lah orang Swedia menyebut 'calon' sekolah ku ini.
Pagi-pagi sekali, aku, Ibu ku yang bernama Lea Pilsburry dan kakak ku yang bernama Jenna Riley Ustkowitz pergi ke Mi-Ail. Aku akan bersekolah dengan kelas 7 dan kakak ku dengan kelas 8. Kami semua berharap dihari pertama sekolah ini akan berjalan lancar, mendapat teman yang seru seperti di Angola.
"Salam kenal, Nyonya Pilsburry." Kata Kepala sekolah Mi-Ail yang bernama Odeth Franklin. Aku dan Jenna tersenyum semanis mungkin.Berharap sang kepala sekolah memberikan kelas terbaik untuk orang baru dari daerah kecil bernama Angola.
"Hmm.. ini siapa namanya?" Mrs. Odeth menunjukku. Aku tersenyum. "Nama ku Hermione Ginny Ustkowitz. Anda bisa memanggilku Ginny." Kata ku sambil membungkuk. Iya lalu berpaling ke hadapan kakak ku. "Kalau kau?" katanya. Kakak ku memegang dadanya. "Nama ku Jenna Riley Ustkowitz. Anda bisa memanggil ku Jenna." Jawabnya lalu membungkuk. Persis seperti yang kulakukan. Aku terkikik dalam hati. Mrs. Odeth tersenyum senang.
"Baik Nyonya Pilsburry, anda dapat berberes rumah sekarang. Anak-anak ini bisa langsung belajar." Kata nya lalu memanggil seorang guru perempuan untuk membimbing ku dan Jenna kekelas baru kami.
"Ini dia kelas barumu, Ginny! semoga hari ini menjadi hari mu!" seru wanita muda berambut coklat ini. Nama beliau adalah Mrs. Pattie. Aku tersenyum lalu melambai kepada Mrs. Pattie dan Jenna.
Aku masuk perlahan ke ruangan yang rupanya ruang bahasa Jerman. Aku belum pernah belajar bahasa Jerman sebelumnya.
"Permisi.." seru ku pelan. Aku melihat seluruh mata tertuju pada ku. Lalu segera beralih kepada teman sebangkunya dan mulai berbisik. Aku sudah merasakan hal ini duakali. Pertama setelah aku pindah dari Paraguay ke Angola, dan ini yang kedua kalinya. Lalu wanita paruh baya yang mengenakan seraga bewarna orange ini menatap ku lembut dari balik kacamat berbingkai putihnya. "Kau Miss. Ustkowitz bukan?" seru beliau sambil menuntunku ke depan kelas. Aku mengangguk. Lalu beliau mendekhem.
"Anak-anak. Kita kedatangan murid baru dari Angola. Perkenalkan nama mu nak." kata wanita itu. Aku mengangguk.
"Halo, nama ku Hermione Ginny Ustkowitz, kalian bisa memanggilku Ginny. Aku pindahan dari Angola. Salam Kenal." Terangku. Mereka mengangguk lalu bertepuk tangan. Aku rasa perkataan Mrs. Pattie menjadi kenyataan. Ini dia hariku!
"Miss. Ginny, silahkan duduk disamping Emma." Seru nya sambil menunjuk tempat duduk kosong disamping seorang anak perempuan bertubuh ramping. Iya melambai dan tersenyum. Mungkin sebentar lagi aku akan mendapatkan sahabat. Swedia tidak seburuk seperti yang ku bayangkan. Gumam ku dalam hati. Lalu segera berjalan menuju kursi disebelah Emma.
"Hell to the O, Hello Ginny! salam kenal! nama ku Emma Quella Oliver, kamu bisa memanggil ku Emma atau Verella, up to you." serunya menggebu-gebu. Aku jadi semakin penasaran dengan sosok Emma.
"Oke, aku akan memanggil mu Emma saja. Lebih singkat." Kata ku sambil mengeluarkan kacamata dan buku tulis. Ku lirik meja Emma, tidak ada satupun benda diatasnya. Ku harap ia anak rajin yang tak pernah menyontek, karena aku benci orang yang suka mencontek.
"Hmm.. biar aku perkenalkan diriku lebih jauh kepadamu, Ginny." serunya. Aku berusaha konsen pada pelajaran Bahasa Jerman, tetapi aku juga ingin mendegar 'asal-usul' Emma.
"Sebenarnya aku ingin mengganti nama ku menjadi Quella Lydia Sapphira, dengan panggilan Phira atau Lydia. Tapi mom and dad tidak menyetujuinya." Katanya. Aku terlonjak kaget. Emma ada-ada saja.. Emma Quella Oliver adalah nama yang bagus. Aku membatin.
Lalu Emma melanjutkan perkenalan dirinya. "Kakak ku bernama Sirena Leonora Calista, panggilannya Irena, tapi nama sebenarnya bukan itu. Itu nama kerennya. Nama asli nya adalah Alala Keara Sorcha, dengan panggila Lala, tapi ia tidak suka. Makanya ia mengganti namanya sendiri tanpa sepengetahuan mom and dad." Aku mengangguk walau sebenarnya perhatian ku tertuju pada papan tulis. Bukan Emma yang belum berhenti bercerita.
"Kau tahu, keluarga cukup terpandang. Dad mempunyai dua perusahaan, yaitu perusahaan makanan ringan dan perusahaan kecil-kecilan seperti perusahaan buku tulis atau notes. Mom ku mempunyai satu butik yaitu butik 'Olili' dan mom ku sendiri yang merancang busananya." Seru Emma sangat gembira. Aku mulai mencatat pelajaran dari papan tulis. Aku melirik Emma sesekali yang terus saja bercerita tanpa memperhatikan papan tulis.
"Lalu, paman ku yang bernama Sloan Smith mempunyai peternakan sapi dan kebun coklat di halaman belakang rumahnya. Oh ya, aku mempunyai seorang bibi yang bernama Vevila Erline, iya pintar memasak dan menjahit." Serunya lalu menyenggol pundak ku. Alhasil bukuku tercoret pulpen.
"Hei Dude! bisa tidak kau mendengar ceritaku? aku sudah bercerita panjang lebar!" serunya sambil berbisik. Aku mengadah. "Hei Emma, ku harap kau bukan pemalas yang tidak suka mencatat, Mrs. Silver menyuruh kita mencatat kosa kata bahasa Jerman di bab dua!" Kata ku setengah tak sabar. Iya lalu melihat papan tulis. Lalu ia tersenyum.
"Hello Ginny.. Mom ku berasal dari Jerman dan kurasa kosa kata disana tidak perlu ku catat." Serunya dengan nada angkuh. Sepertinya dugaan ku salah tentang 'mendapatkan sahabat' kalau yang ku maksud adalah Emma.
"Hmm.. Emma Quella Oliver, bisa kah kau diam? aku tidak bisa berkonsentrasi." Seru ku lembut. Aku tidak ingin menyakiti hati teman baru ku di Swedia.
"Oh Tuhan, aku masih ingin bercerita. Oke, aku akan menceritakan tentang kakak ku yang bernama Roselani Yaletha. Ia kakak kedua ku setelah Irena alias Lala." Ia mengeluarkan sebuah pulpen. Ku Harap setelah mengeluarkan pulpen, ia mengeluarkan buku tulis Bahasa Jerman.
"Roselani Yaletha atau sering dipanggil Rose ini sangat cantik. Seperti namanya Roselani yang artinya Mawar dari Surgawi. Hahaha.." Ia tertawa. Oh.. betapa beruntung nya nasib Emma, iya duduk di barisan paling belakang, dan paling ujung di dalam kelas yang saaaanggaatt luas. Iya melanjutkan lagi sambil memainkan rambutnya menggunakan pulpen bewarna ungu tersebut.
"Iya pandai bermain gitar dan biola. Keren bukan? dan iya adalah seorang penyiar radio di Mi-Ail! Oh ya, dia kelas 8D." Katanya. Aku melihat jam, dan rupanya ia sudah bercerita selama lima menit. Oh ... apakah ada lima menit lagi di lain pelajaran?
Rencana nya aku akan sekolah di McKinley Garden Internasional School, atau disingkat menjadi Mi-Ail, begitu lah orang Swedia menyebut 'calon' sekolah ku ini.
Pagi-pagi sekali, aku, Ibu ku yang bernama Lea Pilsburry dan kakak ku yang bernama Jenna Riley Ustkowitz pergi ke Mi-Ail. Aku akan bersekolah dengan kelas 7 dan kakak ku dengan kelas 8. Kami semua berharap dihari pertama sekolah ini akan berjalan lancar, mendapat teman yang seru seperti di Angola.
"Salam kenal, Nyonya Pilsburry." Kata Kepala sekolah Mi-Ail yang bernama Odeth Franklin. Aku dan Jenna tersenyum semanis mungkin.Berharap sang kepala sekolah memberikan kelas terbaik untuk orang baru dari daerah kecil bernama Angola.
"Hmm.. ini siapa namanya?" Mrs. Odeth menunjukku. Aku tersenyum. "Nama ku Hermione Ginny Ustkowitz. Anda bisa memanggilku Ginny." Kata ku sambil membungkuk. Iya lalu berpaling ke hadapan kakak ku. "Kalau kau?" katanya. Kakak ku memegang dadanya. "Nama ku Jenna Riley Ustkowitz. Anda bisa memanggil ku Jenna." Jawabnya lalu membungkuk. Persis seperti yang kulakukan. Aku terkikik dalam hati. Mrs. Odeth tersenyum senang.
"Baik Nyonya Pilsburry, anda dapat berberes rumah sekarang. Anak-anak ini bisa langsung belajar." Kata nya lalu memanggil seorang guru perempuan untuk membimbing ku dan Jenna kekelas baru kami.
"Ini dia kelas barumu, Ginny! semoga hari ini menjadi hari mu!" seru wanita muda berambut coklat ini. Nama beliau adalah Mrs. Pattie. Aku tersenyum lalu melambai kepada Mrs. Pattie dan Jenna.
Aku masuk perlahan ke ruangan yang rupanya ruang bahasa Jerman. Aku belum pernah belajar bahasa Jerman sebelumnya.
"Permisi.." seru ku pelan. Aku melihat seluruh mata tertuju pada ku. Lalu segera beralih kepada teman sebangkunya dan mulai berbisik. Aku sudah merasakan hal ini duakali. Pertama setelah aku pindah dari Paraguay ke Angola, dan ini yang kedua kalinya. Lalu wanita paruh baya yang mengenakan seraga bewarna orange ini menatap ku lembut dari balik kacamat berbingkai putihnya. "Kau Miss. Ustkowitz bukan?" seru beliau sambil menuntunku ke depan kelas. Aku mengangguk. Lalu beliau mendekhem.
"Anak-anak. Kita kedatangan murid baru dari Angola. Perkenalkan nama mu nak." kata wanita itu. Aku mengangguk.
"Halo, nama ku Hermione Ginny Ustkowitz, kalian bisa memanggilku Ginny. Aku pindahan dari Angola. Salam Kenal." Terangku. Mereka mengangguk lalu bertepuk tangan. Aku rasa perkataan Mrs. Pattie menjadi kenyataan. Ini dia hariku!
"Miss. Ginny, silahkan duduk disamping Emma." Seru nya sambil menunjuk tempat duduk kosong disamping seorang anak perempuan bertubuh ramping. Iya melambai dan tersenyum. Mungkin sebentar lagi aku akan mendapatkan sahabat. Swedia tidak seburuk seperti yang ku bayangkan. Gumam ku dalam hati. Lalu segera berjalan menuju kursi disebelah Emma.
"Hell to the O, Hello Ginny! salam kenal! nama ku Emma Quella Oliver, kamu bisa memanggil ku Emma atau Verella, up to you." serunya menggebu-gebu. Aku jadi semakin penasaran dengan sosok Emma.
"Oke, aku akan memanggil mu Emma saja. Lebih singkat." Kata ku sambil mengeluarkan kacamata dan buku tulis. Ku lirik meja Emma, tidak ada satupun benda diatasnya. Ku harap ia anak rajin yang tak pernah menyontek, karena aku benci orang yang suka mencontek.
"Hmm.. biar aku perkenalkan diriku lebih jauh kepadamu, Ginny." serunya. Aku berusaha konsen pada pelajaran Bahasa Jerman, tetapi aku juga ingin mendegar 'asal-usul' Emma.
"Sebenarnya aku ingin mengganti nama ku menjadi Quella Lydia Sapphira, dengan panggilan Phira atau Lydia. Tapi mom and dad tidak menyetujuinya." Katanya. Aku terlonjak kaget. Emma ada-ada saja.. Emma Quella Oliver adalah nama yang bagus. Aku membatin.
Lalu Emma melanjutkan perkenalan dirinya. "Kakak ku bernama Sirena Leonora Calista, panggilannya Irena, tapi nama sebenarnya bukan itu. Itu nama kerennya. Nama asli nya adalah Alala Keara Sorcha, dengan panggila Lala, tapi ia tidak suka. Makanya ia mengganti namanya sendiri tanpa sepengetahuan mom and dad." Aku mengangguk walau sebenarnya perhatian ku tertuju pada papan tulis. Bukan Emma yang belum berhenti bercerita.
"Kau tahu, keluarga cukup terpandang. Dad mempunyai dua perusahaan, yaitu perusahaan makanan ringan dan perusahaan kecil-kecilan seperti perusahaan buku tulis atau notes. Mom ku mempunyai satu butik yaitu butik 'Olili' dan mom ku sendiri yang merancang busananya." Seru Emma sangat gembira. Aku mulai mencatat pelajaran dari papan tulis. Aku melirik Emma sesekali yang terus saja bercerita tanpa memperhatikan papan tulis.
"Lalu, paman ku yang bernama Sloan Smith mempunyai peternakan sapi dan kebun coklat di halaman belakang rumahnya. Oh ya, aku mempunyai seorang bibi yang bernama Vevila Erline, iya pintar memasak dan menjahit." Serunya lalu menyenggol pundak ku. Alhasil bukuku tercoret pulpen.
"Hei Dude! bisa tidak kau mendengar ceritaku? aku sudah bercerita panjang lebar!" serunya sambil berbisik. Aku mengadah. "Hei Emma, ku harap kau bukan pemalas yang tidak suka mencatat, Mrs. Silver menyuruh kita mencatat kosa kata bahasa Jerman di bab dua!" Kata ku setengah tak sabar. Iya lalu melihat papan tulis. Lalu ia tersenyum.
"Hello Ginny.. Mom ku berasal dari Jerman dan kurasa kosa kata disana tidak perlu ku catat." Serunya dengan nada angkuh. Sepertinya dugaan ku salah tentang 'mendapatkan sahabat' kalau yang ku maksud adalah Emma.
"Hmm.. Emma Quella Oliver, bisa kah kau diam? aku tidak bisa berkonsentrasi." Seru ku lembut. Aku tidak ingin menyakiti hati teman baru ku di Swedia.
"Oh Tuhan, aku masih ingin bercerita. Oke, aku akan menceritakan tentang kakak ku yang bernama Roselani Yaletha. Ia kakak kedua ku setelah Irena alias Lala." Ia mengeluarkan sebuah pulpen. Ku Harap setelah mengeluarkan pulpen, ia mengeluarkan buku tulis Bahasa Jerman.
"Roselani Yaletha atau sering dipanggil Rose ini sangat cantik. Seperti namanya Roselani yang artinya Mawar dari Surgawi. Hahaha.." Ia tertawa. Oh.. betapa beruntung nya nasib Emma, iya duduk di barisan paling belakang, dan paling ujung di dalam kelas yang saaaanggaatt luas. Iya melanjutkan lagi sambil memainkan rambutnya menggunakan pulpen bewarna ungu tersebut.
"Iya pandai bermain gitar dan biola. Keren bukan? dan iya adalah seorang penyiar radio di Mi-Ail! Oh ya, dia kelas 8D." Katanya. Aku melihat jam, dan rupanya ia sudah bercerita selama lima menit. Oh ... apakah ada lima menit lagi di lain pelajaran?
Komentar
Posting Komentar